Menurut tambo, sistem adat Minangkabau pertama kali dicetuskan oleh dua orang bersaudara, Datuk Ketumanggungan dan Datuk Perpatih Nan Sebatang. Datuk Ketumanggungan mewariskan sistem adat Koto Piliang yang aristokratis, sedangkan Datuk Perpatih mewariskan sistem adat Bodi Caniago yang egaliter. Dalam perjalanannya, dua sistem adat yang dikenal dengan kelarasan ini saling isi mengisi dan membentuk sistem masyarakat Minangkabau.
Dalam masyarakat Minangkabau, ada tiga pilar yang membangun dan menjaga keutuhan budaya serta adat istiadat. Mereka adalah alim ulama, cerdik pandai, dan ninik mamak, yang dikenal dengan istilah Tungku Tigo Sajarangan. Ketiganya saling melengkapi dan bahu membahu dalam posisi yang sama tingginya. Dalam masyarakat Minangkabau yang demokratis dan egaliter, semua urusan masyarakat dimusyawarahkan oleh ketiga unsur itu secara mufakat.[29]
Matrilineal
Matrilineal merupakan salah satu aspek utama dalam mendefinisikan identitas masyarakat Minang. Adat dan budaya mereka menempatkan pihak perempuan bertindak sebagai pewaris harta pusaka dan kekerabatan. Garis keturunan dirujuk kepada ibuyang dikenal dengan Samande (se-ibu), sedangkan ayah mereka disebut oleh masyarakat dengan nama Sumando (ipar) dan diperlakukan sebagai tamu dalam keluarga.
Kaum perempuan di Minangkabau memiliki kedudukan yang istimewa sehingga dijuluki dengan Bundo Kanduang, memainkan peranan dalam menentukan keberhasilan pelaksanaan keputusan-keputusan yang dibuat oleh kaum lelaki dalam posisi mereka sebagai mamak (paman atau saudara dari pihak ibu), dan penghulu(kepala suku). Pengaruh yang besar tersebut menjadikan perempuan Minang disimbolkan sebagai Limpapeh Rumah Nan Gadang (pilar utama rumah).[30] Walau kekuasaan sangat dipengaruhi oleh penguasaan terhadap aset ekonomi namun kaum lelaki dari keluarga pihak perempuan tersebut masih tetap memegang otoritas atau memiliki legitimasi kekuasaan pada komunitasnya.
Bahasa
Bahasa Minangkabau termasuk salah satu anak cabang rumpun bahasa Austronesia. Walaupun ada perbedaan pendapat mengenai hubungan bahasa Minangkabau dengan bahasa Melayu, ada yang menganggap bahasa yang dituturkan masyarakat ini sebagai bagian dari dialek Melayu, karena banyaknya kesamaan kosakata dan bentuk tuturan di dalamnya, sementara yang lain justru beranggapan bahasa ini merupakan bahasa mandiri yang berbeda dengan Melayu serta ada juga yang menyebut bahasa Minangkabau merupakan bahasa Proto-Melayu.[31][32] Selain itu dalam masyarakat penutur bahasa Minang itu sendiri juga sudah terdapat berbagai macam dialek bergantung kepada daerahnya masing-masing.[33][34]
Pengaruh bahasa lain yang diserap ke dalam bahasa Minang umumnya dari Sanskerta, Arab, Tamil, dan Persia. Kemudian kosakata Sanskerta dan Tamil yang dijumpai pada beberapa prasasti di Minangkabau telah ditulis menggunakan bermacam aksara di antaranya Dewanagari, Pallawa, dan Kawi. Menguatnya Islam yang diterima secara luas juga mendorong masyarakatnya menggunakan Abjad Jawi dalam penulisan sebelum berganti dengan Alfabet Latin.
Meskipun memiliki bahasa sendiri, orang Minang juga menggunakan bahasa Melayu dan kemudian bahasa Indonesia secara meluas. Historiografi tradisional orang Minang, Tambo Minangkabau, ditulis dalam bahasa Melayu dan merupakan bagian sastra Melayu atausastra Indonesia lama.[15] Suku Minangkabau menolak penggunaan bahasa Minangkabau untuk keperluan pengajaran di sekolah-sekolah.[35] Bahasa Melayu yang dipengaruhi baik secara tata bahasa maupun kosakata oleh bahasa Arab telah digunakan untuk pengajaran agama Islam. Pidato di sekolah agama juga menggunakan bahasa Melayu. Pada awal abad ke-20 sekolah Melayu yang didirikan pemerintah Hindia Belanda di wilayah Minangkabau mengajarkan ragam bahasa Melayu Riau, yang dianggap sebagai bahasa standar dan juga digunakan di wilayah Johor, Malaysia. Namun kenyataannya bahasa yang digunakan oleh sekolah-sekolah Belanda ini adalah ragam yang terpengaruh oleh bahasa Minangkabau.[35]
Guru-guru dan penulis Minangkabau berperan penting dalam pembinaan bahasa Melayu Tinggi. Banyak guru-guru bahasa Melayu berasal dari Minangkabau, dan sekolah diBukittinggi merupakan salah satu pusat pembentukan bahasa Melayu formal.[36] Dalam masa diterimanya bahasa Melayu Balai Pustaka, orang-orang Minangkabau menjadi percaya bahwa mereka adalah penjaga kemurnian bahasa yang kemudian menjadi bahasa Indonesia itu.[35]
Kesenian
Masyarakat Minangkabau memiliki berbagai macam atraksi dan kesenian, seperti tari-tarian yang biasa ditampilkan dalam pesta adat maupun perkawinan. Di antara tari-tarian tersebut misalnya tari pasambahan merupakan tarian yang dimainkan bermaksud sebagai ucapan selamat datang ataupun ungkapan rasa hormat kepada tamu istimewa yang baru saja sampai, selanjutnya tari piringmerupakan bentuk tarian dengan gerak cepat dari para penarinya sambil memegang piring pada telapak tangan masing-masing, yang diiringi dengan lagu yang dimainkan oleh talempong dan saluang.
Silek atau Silat Minangkabau merupakan suatu seni bela diri tradisional khas suku ini yang sudah berkembang sejak lama. Dewasa ini Silek tidak hanya diajarkan di Minangkabau saja, namun juga telah menyebar ke seluruh Kepulauan Melayu bahkan hingga ke Eropa dan Amerika. Selain itu, adapula tarian yang bercampur dengan silek yang disebut dengan randai. Randai biasa diiringi dengan nyanyian atau disebut juga dengansijobang,[37] dalam randai ini juga terdapat seni peran (acting) berdasarkan skenario.[38]
Selain itu, Minangkabau juga menonjol dalam seni berkata-kata. Terdapat tiga genre seni berkata-kata, yaitu pasambahan (persembahan), indang, dan salawat dulang. Seni berkata-kata atau bersilat lidah, lebih mengedepankan kata sindiran, kiasan, ibarat, alegori,metafora, dan aforisme. Dalam seni berkata-kata seseorang diajarkan untuk mempertahankan kehormatan dan harga diri, tanpa menggunakan senjata dan kontak fisik.[39]
Olah Raga
Pacuan kuda merupakan olahraga berkuda yang telah lama ada di nagari-nagari Minang, dan sampai saat ini masih diselenggarakan oleh masyarakatnya, serta menjadi perlombaan tahunan yang dilaksanakan pada kawasan yang memiliki lapangan pacuan kuda. Beberapa pertandingan tradisional lainnya yang masih dilestarikan dan menjadi hiburan bagi masyarakat Minang antara lain lomba pacu jawi dan pacu itik. sipak rago,atau nama lainnya sepak takraw adalah olah raga masyarakat tradisional minang yang dimainkan sedikitnya lima atau empat orang, bolanya terbuat dari anyaman rotan, bola ditendang dari setinggi pinggang sampai setinggi kepala oleh sekelompok orang yang berdiri melingkar, dalam hikayat dan novel serta beberapa film seperti film sengsara membawa nikmat ada menyinggung masalah olahraga sipak rago ini.
Sumber berita : http://id.wikipedia.org/wiki/Orang_Minang
sumber photo : http://sanggarcahayaminang.blogspot.com/
Sumber berita : http://id.wikipedia.org/wiki/Orang_Minang
sumber photo : http://sanggarcahayaminang.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar